27 Sept 2010

GAMELAN DAN KIAI KANJENG

Belakangan ini saya teringat akan masa-masa lalu ketika kuliah. Semalam setelah saya menonton lagi rekaman lagu-lagu yang dimainkan grup gamelannya Cak Nun, Kiai Kanjeng membuat memori akan malam-malam yang saya lalui sekali dalam sebulan di halaman Taman Ismail Marzuki bersama seorang kawan teringat kembali. Malam itu kali pertama saya datang untuk menonton Kiai Kanjeng dan Kenduri Cinta berharap Novia Kolopaking akan menyanyikan sebuah lagu saja. Diantara penjual kopi keliling saya dan teman duduk diatas kertas koran kedinginan di Jumat malam tahun itu.

Kecewa dengan tidak adanya Novia Kolopaking saya hanya melamun saja, sampai ketika Cak Nun mulai berbicara. Ketika dia berkata bahwa orang Indonesia adalah orang yang paling beruntung dan paling berbahagia di dunia. Dalam hati saya bertanya-tanya beruntung dari segi mananya? Lihat saja pengemis ada dimana-mana kata saya dalam hati. Namun selagi beliau menjelaskan bagaimana seorang yang tinggal di negara maju seperti Jerman atau Prancis akan berpikir berjuta kali untuk memilik anak atau bahkan untuk kawin orang Indonesia sebaliknya semakin miskin keadaannya maka semakin banyak anaknya. Ketika orang-orang di Amerika kelaparan ditengah malam, maka orang di Indonesia cukup tinggal menunggu abang bakso keliling, ketika rokok pun terlalu mahal untuk dibeli maka orang Indonesia akan melinting daun yang entah apa namanya sebagai pengganti rokok, untuk membuat SIM seseorang di Korea sana harus mengikuti tes mengemudi puluhan kali karena selalu gagal, nah di sini cukup member beberapa ratus ribu kepada seseorang yang bahkan bukan petugas di kepolisian. Diluar negeri orang akan berusaha untuk menabung kalau-kalau musim dingin mereka akan sangat panjang sehingga tidak bisa bekerja, nah orang di Indonesia akan selalu punya hal-hal untuk ditertawakan bahkan ketika mereka tidak tau apakah hari itu mereka bisa makan atau tdak. Ironi memang, namun sejak saat itu saya merasa menjadi orang yang sangat beruntung.

Mulai malam itulah saya mulai menyukai musik gamelan, saya membeli CD Kiai Kanjeng dan memutarnya berulang-ulang. Takjub dengan bunyi-bunyi yang dikeluarkan alat musik yang dari tampilannya bisa dibilang jelek, saya kagum benar ketika sholawat bisa diiringi music jazz dan bisa dinyanyikan dengan aksen arab, cina, melayu, bahkan seperti lagu gereja, kaget ternyata gamelan bisa untuk lagu rock, dangdut, swing dan jazz. Amazing. Dari sana saya juga terdorong untuk membaca buku-buku Leo Tolstoy, Franz Kafka, Murakami dan Dostoevsky dan menjadikan lagu Aryati karangan Ismail Marzuki sebagai lagu terbaik didunia. Mungkin karena saya dikelilingi anak-anak sastra, bisa jadi.

Sejak saat itu, saya berusaha mendatangi Kenduri Cinta tiap bulan, bahkan mendatangi tempat konser mereka kalau ada pertunjukan di Jakarta. Duduk diantara mahasiswa, pekerja kantor, pengemis, pendeta dan pejabat. Dari situ juga saya tau almarhum Mbah Surip, musisi jalanan itu. Namun setelah beberapa kali saya datangi, malam itu Cak Nun mengumumkan bahwa Kenduri Cinta akan dihentikan. Sejak saat itu saya tidak tau kabar apakah memang benar-benar dihentikan karena saya tidak pernah ke TIM lagi. Sebagai gantinya saya berusaha mencari rekaman penampilan mereka di luar negeri, penampilan mereka di kedutaan-kedutaan, di hall-hall milik para bule, penampilan mereka di Malaysia, Jerman, Belanda dan Vatikan (see bagaimana mereka menyanyikan sholawat dipusat ajaran Kristen). Melihat bagaimana wajah kagum bule-bule ketika melihat alat musik jelek itu mengeluarkan musik yang magical.

Saya berharap suatu hari saya punya kesempatan menonton mereka lagi.




Best version of Aryati
Sang by Gamaliel Tapiheru at Harmoni SCTV

2 comments:

Anonymous said...

iyahhh...
kyai kanjeng, kualitas musik ny bagus.
garapan aransemennya nya juga oke.

modern, tp tidak meninggalkan budaya..

Aysa Koto said...

makasih mas moel udah komen walopun anonim.. hehe