29 Sept 2010

Pelajaran



Semalam saya pergi ke pasar ikan hias di Sawangan dengan Uda Edwin, saya memanggilnya Dawin, sepupu saya. Kali ini ibu meminta Dawin agar mengajak adiknya (saya) melihat bagaimana perjuangan orang-orang mencari nafkah. Maka tadi malam Dawin mengajak saya mencari ikan koi untuk dijual di toko ikan hias nya. Setelah kira-kira 40 menit perjalanan off road dari Ciputat kami sampai di rumah teman Dawin yang menjual koi. Melihat anak-anak muda turun ke kolam tengah malam untuk dijual jam 3 pagi di pasar ikan hias membuat saya bersyukur atas hidup saya. Bayangkan saja ketika kamu harus turun ke kolam yang dingin pada tengah malam di daerah Sawangan demi sesuap nasi... Setelah ikan dijaring kemudian ikan dipisahkan sesuai ukuran dan dihitung sampai dibungkus dengan air dan oksigen. Ini merupakan pekerjaan yang berat menurut saya ketika saya seumuran mereka saya sedang tidur di asrama atau bercanda dengan teman-teman waktu sekolah dulu sedangkan mereka harus turun ke kolam, menjaring ikan, memilah, dan menghitung ikan satu persatu.

Setelah kami selesai mendapatkan ikan dari kolam kemudian kami pergi ke pasar ikan hias mencari ikan koi lagi. Dulu saya juga sempat kesini dengan Dawin, dan pemandangannya tidak jauh beda. Pemandangan bagaimana perihnya mencari uang. Orang tua umur lima puluhan dan enam puluhan duduk diantara bak-bak yang dingin dan basah pada jam dua pagi hingga menjelang subuh menunggu orang untuk menawar ikan mereka. Angin malam kan sangat jahat, saya khawatir bagaimana kesehatan mereka beberapa tahun lagi, ataukah sekarang sudah mulai sakit?

Cerita lain mengenai perjalanan ini ketika saya ingin memetik pelajaran sebanyak-banyaknya dari saudara saya ini. Dawin memutuskan berhenti bekerja dan memulai konveksi baju kaos dan baju olahraga. Berjualan tiap malam minggu dengan istrinya di Senayan dan tidur di sleeping bag selama hampir dua setengah tahun dan kini Dawin memetik hasilnya. Sudah beberapa tahun ini Dawin mengekspor baju-baju kaosnya ke berbagai negara, mempunyai pet shop, berjualan barang antik, menjadi pelatih basket dan lain-lain. Apa saja yang halal dan bisa dijual. Pelajaran lain adalah bagaimana tetap membumi ketika kita sudah dilangit.

Saya selalu mempunyai kecenderungan untuk tidak percaya pada orang yang membuat ‘silau’ atau terlihat terlalu bagus karena biasanya pada akhirnya selalu mengecewakan. Saya selalu suka orang yang tak terduga, 'penampakannya' gembel tapi sukses, mukanya lemot tapi ternyata cerdas, bisa dihitung dengan jari jenis orang seperti ini, salah satunya Dawin. Dia hanya pakai sandal jepit swallow, baju basket dan celana kapri namun ketika berada dekat Dawin saya percaya karena ketika bertanya saya mendapatkan jawaban yang jujur dan apa adanya.


Saya berharap beberapa tahun lagi saya juga bisa menjadi yakin, bebas dan percaya diri seperti dia. Amin.

Pelajaran moralnya: Ada aksi pasti ada reaksi dan berbakti kepada orangtua.

Ikan koi sebelum disortir


Young workers

27 Sept 2010

GAMELAN DAN KIAI KANJENG

Belakangan ini saya teringat akan masa-masa lalu ketika kuliah. Semalam setelah saya menonton lagi rekaman lagu-lagu yang dimainkan grup gamelannya Cak Nun, Kiai Kanjeng membuat memori akan malam-malam yang saya lalui sekali dalam sebulan di halaman Taman Ismail Marzuki bersama seorang kawan teringat kembali. Malam itu kali pertama saya datang untuk menonton Kiai Kanjeng dan Kenduri Cinta berharap Novia Kolopaking akan menyanyikan sebuah lagu saja. Diantara penjual kopi keliling saya dan teman duduk diatas kertas koran kedinginan di Jumat malam tahun itu.

Kecewa dengan tidak adanya Novia Kolopaking saya hanya melamun saja, sampai ketika Cak Nun mulai berbicara. Ketika dia berkata bahwa orang Indonesia adalah orang yang paling beruntung dan paling berbahagia di dunia. Dalam hati saya bertanya-tanya beruntung dari segi mananya? Lihat saja pengemis ada dimana-mana kata saya dalam hati. Namun selagi beliau menjelaskan bagaimana seorang yang tinggal di negara maju seperti Jerman atau Prancis akan berpikir berjuta kali untuk memilik anak atau bahkan untuk kawin orang Indonesia sebaliknya semakin miskin keadaannya maka semakin banyak anaknya. Ketika orang-orang di Amerika kelaparan ditengah malam, maka orang di Indonesia cukup tinggal menunggu abang bakso keliling, ketika rokok pun terlalu mahal untuk dibeli maka orang Indonesia akan melinting daun yang entah apa namanya sebagai pengganti rokok, untuk membuat SIM seseorang di Korea sana harus mengikuti tes mengemudi puluhan kali karena selalu gagal, nah di sini cukup member beberapa ratus ribu kepada seseorang yang bahkan bukan petugas di kepolisian. Diluar negeri orang akan berusaha untuk menabung kalau-kalau musim dingin mereka akan sangat panjang sehingga tidak bisa bekerja, nah orang di Indonesia akan selalu punya hal-hal untuk ditertawakan bahkan ketika mereka tidak tau apakah hari itu mereka bisa makan atau tdak. Ironi memang, namun sejak saat itu saya merasa menjadi orang yang sangat beruntung.

Mulai malam itulah saya mulai menyukai musik gamelan, saya membeli CD Kiai Kanjeng dan memutarnya berulang-ulang. Takjub dengan bunyi-bunyi yang dikeluarkan alat musik yang dari tampilannya bisa dibilang jelek, saya kagum benar ketika sholawat bisa diiringi music jazz dan bisa dinyanyikan dengan aksen arab, cina, melayu, bahkan seperti lagu gereja, kaget ternyata gamelan bisa untuk lagu rock, dangdut, swing dan jazz. Amazing. Dari sana saya juga terdorong untuk membaca buku-buku Leo Tolstoy, Franz Kafka, Murakami dan Dostoevsky dan menjadikan lagu Aryati karangan Ismail Marzuki sebagai lagu terbaik didunia. Mungkin karena saya dikelilingi anak-anak sastra, bisa jadi.

Sejak saat itu, saya berusaha mendatangi Kenduri Cinta tiap bulan, bahkan mendatangi tempat konser mereka kalau ada pertunjukan di Jakarta. Duduk diantara mahasiswa, pekerja kantor, pengemis, pendeta dan pejabat. Dari situ juga saya tau almarhum Mbah Surip, musisi jalanan itu. Namun setelah beberapa kali saya datangi, malam itu Cak Nun mengumumkan bahwa Kenduri Cinta akan dihentikan. Sejak saat itu saya tidak tau kabar apakah memang benar-benar dihentikan karena saya tidak pernah ke TIM lagi. Sebagai gantinya saya berusaha mencari rekaman penampilan mereka di luar negeri, penampilan mereka di kedutaan-kedutaan, di hall-hall milik para bule, penampilan mereka di Malaysia, Jerman, Belanda dan Vatikan (see bagaimana mereka menyanyikan sholawat dipusat ajaran Kristen). Melihat bagaimana wajah kagum bule-bule ketika melihat alat musik jelek itu mengeluarkan musik yang magical.

Saya berharap suatu hari saya punya kesempatan menonton mereka lagi.




Best version of Aryati
Sang by Gamaliel Tapiheru at Harmoni SCTV

21 Sept 2010

LIFE JUST ISN'T


Life isn't about keeping score. It's not about how many people call you and it's not about who you've dated, are dating or haven't dated at all. It isn't about who you've kissed, what sport you play, or which guy or girl likes you. It's not about your shoes or your hair or the color of your skin or where you live or got to school. In fact, it's not about grades, money, clothes, or colleges that accept you or not. Life isn't about if you have lots of friends, or if you are alone, and it's not about how accepted or unaccepted you are. Life just isn't about that.

But life is about who you love and who you hurt. It's about how you feel about yourself. It's about trust, happiness, and compassion. It's about sticking up for your friends and replacing inner hate with love. Life is about avoiding jealousy, overcoming ignorance and building confidence. It's about what you say and what you mean. It's about seeing people for who they are and not what they have. Most of all, it is about choosing to use your life to touch someone else's in a way that could never have been achieved otherwise. These choices are what life's about.

Adam Fendelman
From: Chicken Soup For The Soul


HIDUP BUKAN TENTANG ITU

Hidup ini bukan tentang mengumpulkan nilai. Bukan tentang berapa banyak orang yang meneleponmu dan juga bukan tentang siapa pacarmu, bekas pacarmu atau orang yang belum kau pacari. Bukan tentang siapa yang telah kau cium, olahraga yang kau mainkan, atau pemuda atau gadis mana yang menyukaimu. Bukan tentang sepatumu atau rambutmu atau warna kulitmu atau tempat tinggalmu atau sekolahmu. Bahkan, juga bukan tentang nilai-nilai ujianmu, uang, baju, atau perguruan tinggi yang menerimamu. Hidup ini bukan tentang apakah kau memiliki banyak teman, atau apakah kau seorang diri, dan bukan tentang apakah kau diterima atau tidak diterima oleh lingkunganmu. Hidup bukanlah tentang itu.

Namun, hidup ini adalah tentang siapa yang kau cintai dan kau sakiti. Tentang bagaimana perasaanmu tentang dirimu sendiri. Tentang kepercayaan, kebahagiaan, dan welas asih. Hidup adalah tentang menghindari rasa cemburu, mengatasi rasa tak peduli, dan membina kepercayaan. Tentang apa yang kau katakana dan kau maksudkan. Tentang menghargai orang apa adanya dan bukan karena apa yang dimilikinya. Dan yang terpenting, hidup ini adalah tentang memilih unutk menggunakan hidupmu unutk menyentuh hidup orang lain dengan cara yang tak bisa digantikan dengan cara lain. Hidup adalah tentang pilihan-pilihan itu.

------------------------

Paragraf ini membuat saya jadi peduli sekaligus menjadi tidak peduli. Paragraf yang saya berikan kepada adik-adik saya. Dari sekian buku yang saya baca paragraph ini yang selalu saya ulang dari tahun ketahun. Saya harap ini juga menginspirasi kamu yang membaca dan menjadikanmu lebih kuat dan berbahagia.

Chicken Soup fot Teenage Soul
Indonesian Edition

15 Sept 2010

Idul Fitri dan Ayah

Tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena ayah datang ke Jakarta untuk berlebaran. Sebenarnya saya heran bagaimana cara ibu membujuk ayah untuk pergi meninggalkan ‘Sumatera Barat’. Sejauh ingatan saya, selama hampir 24 tahun umur saya ayah tidak pernah seharipun berlibur. Hari sabtu dan minggu ayah tetap bekerja, jadinya hanya saya, ibu dan adik-adik yang berlibur.

Selama ini ayah hanya akan pergi kalau ada seminar atau mengikuti konferensi di luar. Jadi bisa dibayangkan saya tidak pernah ke pantai atau taman hiburan dengan ayah. Kalau berlebaran di Bukittinggi pun saya hanya akan berada dirumah, bukan berlibur dengan beliau. Saya harus membantu didapur mencuci piring atau menyiapkan makan dan minum karena dalam kebiasaan orang Minang setiap tamu harus makan walaupun sedikit ketika berlebaran, dan tamu yang datang kerumah baru akan berkurang di hari ketiga.

Intinya, mungkin ayah bisa dibujuk untuk berlebaran di Jakarta karena semua anak-anaknya sudah tidak dirumah, saya dan adik perempuan ada di Jakarta dan adik laki-laki ada di Bandung.

Hal yang ingin saya bagi tentang ayah adalah keajaiban terjadi selama berlebaran di Jakarta. Ayah yang selama ini tidak pernah belanja ke warung atau minimart dan sekarang tidak jaim untuk belanja beras, garam, susu, dan isi ulang galon. Dalam hati saya berkata ‘wow, magic!’. Selama ini ayah hanya bisa beli koran, hehe.

Saya tau alasan ayah bersikap berbeda. Sebenarnya ayah bukan orang yang gengsian. Ayah tidak pernah jajan ke warung, tidak merokok atau minim kopi, ayah akan makan apa yang dimasak oleh ibu. Tidak pernah minta macam-macam. Bisa dibilang ayah saya ‘limited edition’.

Ketika kecil saya mengisi waktu dengan ayah dengan menonton berita, berdebat tentang perang Bosnia ketika saya masih SD dan hingga kini masih membahas tentang Palestina. Kami berbagi koran dan mendengar cerita-cerita tentang pengalaman ayah di berbagai tempat. Bagaimana ayah mengisi waktu liburnya sebagai asisten pembuat roti, mencuci kapal, mengecat kapal, serta pengalamannya menjadi ketua mahasiswa. Ayah bercerita perihnya hidup disaat yang lain juga indahnya tempat-tempat yang dia kunjungi, orang-orang yang dia temui dan persahabatannya yang masih hangat sampai sekarang dengan teman-temannya. Gara-gara ayahlah peta dunia selalu ada dikamar saya sejak saya SD, bahkan disetiap kamar adik saya pun ada. Karena ayahlah saya membeli puluhan buku catatan perjalanan.

Kali ini memang saya akan membanggakan ayah saya. Bukan dalam hal materi karena keluarga kami biasa-biasa saja. Disini saya ingin menuliskan hal-hal yang tidak bisa saya ungkapkan pasa beliau. How I love my daddy very much. Sayalah seorang anak yang mengangis melihat punggung ayahnya menjauh. Seringnya saya tau dia lelah karena banyak hal yang ada dipikirannya. Saya tau. Namun saya tidak bisa berbuat apa-apa.

Percaya atau tidak, bisa dibilang saya jarang dinasehati oleh ayah. Ketika saya juara dikelas saya akan diberi reward oleh beliau. Nah, ketika saya sedang bandel-bandelnya dan mundur jadi ranking 10 ayah juga tidak marah. Beliau hanya bertanya kenapa.

Ayah adalah inspirasi ketika dia memilih jalan yang berbeda dari teman-temannya, mengabdikan hidupnya atas apa yang ia yakini. Saya benar-benar senang ketika akhirnya ayah bisa berlibur setelah berumur 60 tahun dan saya bangga menjadi anak dari Bapak Nawazir Muchtar.