28 Nov 2010

Me and Potter

Pada tahun 2002 saya pertamakali mendengar tentang Harry Potter dan setahun kemudian saya membeli buku J.K. Rowing yang pertama. Dari situ saya memulai kesukaan saya terhadap serial Harry Potter. Waktu sekolah dulu saya belum 'semakmur' ketika kerja saat ini, dimana uang saku terbatas karena semua sudah disediakan di Pesantren tempat saya bersekolah, jadi uang saku yang diberikan oleh orang tua hanya tambahan kalau-kalau saya lapar pada tengah malam. Anyway, dengan keadaan begini membeli buku Harry Potter adalah perjuangan. Kalau tidak salah saya mengenal buku HP ketika buku keempat sudah terbit. Buku pertama harganya pada tahun 2003 kira-kira Rp. 32.000. Ok, rasanya tidak terlalu berat. Tapi kalau diingat-ingat saya benar- benar berjuang demi mendapatkan buku-buku HP.

Bukunya udah dekil dengan tulisan alay warna-warni, hahahaha

Membaca HP tidak diperbolehkan disekolah saya, jadinya buku-buku itu adalah barang selundupan ke asrama. Saya membaca buku HP ditengah malam, disudut-sudut sekolah, membaca bolak-balik seperti orang menghapal ayat. Begitulah rasa suka saya kepada cerita tentang Potter. Hingga pada buku kelima, ayah dan ibu saya selalu mengabari tentang perkembangan Harry Potter, kapan terbitnya hingga cerita dibalik itu. Bagaimana distribusi copi dari ribuan buku HP 'diamankan' diantara sayur-sayuran agar tidak bocor sebelum waktunya, dll. Sayangnya harga buku HP yang kelima itu adalah Rp. 190,000 kawan-kawan. Saya yang tinggal di kota kecil Bukittinggi harus sabar menanti karena tidak ada toko buku besar seperti Gramedia disana. Hingga suatu saat teman saya mengabari bahwa buku kelima sudah ada di salah satu toko buku Bukittinggi.

Sata tau tidak mungkin meminta uang yang cukup besar pada tahun 2003 'hanya' untuk membeli HP. Okay, tapi harus saya coba. Kalau soal buku saya akan bujuk ayah.

Saya: Ayah, buku HP sudah ada di toko buku yang dekat Jam Gadang.
Ayah: Oh ya? Harganya berapa?
Saya: Aysa tidak tau, mungkin dua ratus ribu..
Ayah: Bukunya bahasa Indonesia atau bahasa Inggris?
Saya: Inggris..

Ayah kemudian manggut-manggut lalu diam. Saya tau mungkin ayah akan tau kalau ibu akan 'cuap-cuap' dengan harga buku yang segitu sadisnya. Namun ayah diam terlalu lama. Kemudian saya 'memanfaatkan' diamnya ayah dengan:

Saya: Ayah, saya izin keluar ya? (ayah saya adalah guru disekolah saya yang adalah guru saya juga, halah!)
Ayah: Kemana?
Saya: Toko buku, mau lihat bukunya aja... Kata temanku bukunya hard cover..
Ayah: .....

Dan kemudian saya pergi dan kembali lagi kesekolah. Bertemu dengan ayah dan beliau menanyakan tentang bukunya.

Ayah: Ada bukunya?
Saya: Ada..
Ayah: Ceritanya bagaimana? Bahasa Inggris kan? Bukunya tebal?
Saya: Iya tebal, hanya baca cover belakang kemudian pulang..

Yeah, esok harinya ayah lewat disamping kelasku dan bilang 'bukunya sudah ada', tersenyum kemudian berlalu.

Wkwkwkwkwkwkwkw! Yay! Bigini cara 'menyentuh' hati orang tua..


Hingga pada minggu lalu saya menonton Harry Potter and The Deathly Hallows Part I, saya hampir menangis. Bagaimana cerita telah berakhir, dan filmya juga akan berakhir setelah delapan tahun mengisi hari-hari saya.

Seven Harry


Btw, saya baru tau kalau Albus Dumbledore diciptakan gay oleh J.K.Rowling



15 Nov 2010

November 13

Malam minggu lalu saya melalui malam ulang tahun dengan adik-adik. Adik saya sengaja datang dari Bandung dan kami berkumpul di Pizza Hut Ciputat. Kami berbincang tentang hari-hari yang kami rindukan ketika masih di Bukittinggi dulu, masa kecil..

Tanpa ayah dan ibu kami bertiga mengenang tempat kelahiran kami. Bagaimana Mujahid, adik saya rindu untuk tidur di kasurnya dirumah yang dingin, memang karena didaerah Bukittinggi dekat dengan gunung maka hari-hari yang kami lalui bisa sangat sejuk atau bisa menjadi sangat dingin. Butuh waktu hingga sepuluh menit hingga bantal menjadi hangat dan bagaimana selimut yang kami pakai dirumah sangat tebal dan berat hingga ketika bangun pagi badan bisa pegal karena berat selimut.

Kami rindu memancing, teringat ketika adik perempuan saya Nabila turun ke dalam kolam karena ikan yang ada di kailnya sangat besar, dia tidak kuat menarik kailnya dan dia juga tidak rela ikannya lepas. Hingga Mujahid harus berlari masuk ke rumah nenek memanggil kakak ipar ibu saya.

Saya ingat ketika saya dan sepupu membuat sampan dari batang pisang yang ditebang, beberapa batang pisang disusun dan diikat dengan tali kemudian ditusuk bambu.

Hidup sangat santai disana. Setelah pulang sekolah atau ketika sedang libur biasanya kami pergi makan mie tahu enak dan kemudian pergi ke rental komik, hobi saya adalah membeli majalah bekas, mmm mungkin bukan hobi tapi saya terpaksa membeli majalah bekas karena uang saku yang terbatas. Hahaha, kalau meminjam komikpun kami harus kucing-kucingan dengan Ibu. Sebenarnya Ibu sih tidak akan marah kalau kami membaca komik tapi akan marah kalau kami meminjam hingga 15 komik. Ya kami maklum sih kalau ibu marah, hehehe.

Malam berlalu ketika Mujahid bilang dia tidak sempat membelikan kado. It’s ok karena saya sudah bersama dengan adik-adik, tapi ketika sampai dirumah dia memberi kado yang membuat saya terharu. Dia bilang ‘Ica mau Id pijit? Mana yang cape?’. Ooooh, he is a man now.

Dulu dia saya gendong, saya pangku. Berlanjut ketika SMP dia sudah tidak mau saya gandeng seperti kecil dulu. Semua sudah dewasa ternyata, walaupun sesekali kami masih bertengkar tentang hal-hal kecil. That’s what siblings are for.

Dan tahun ini saya mendelete akun Facebook saya. Jadi karena tidak ada reminder ulang tahun bagi orang-orang jadi tau orang-orang mana yang benar mengingat ulang tahun saya. So to everybody who text me that day thank you so much guys.. That means a lot to me.




Town House

11 Nov 2010

FROM STUDENT TO PARTNER


Hampir pertengahan November dan saya belum posting apapun. Ceritanya minggu ini berjalan santai tidak ada lembur. Jadi saya bisa fokus ngerental alias baca komik.

Namun ada satu hal yang ingin saya bagi. Beberapa waktu yang lalu saya sempat menggantikan dosen utama mengajar di dua kelas dan saya tidak berfikir untuk mendapat 'imbalan' atas waktu yang saya gunakan untuk mengisi kelas yang kebetulan dosen utamanya adalah dosen yang dulu sempat mengajar saya dan menjadi pembimbing skripsi saya.

Tiga hari yang lalu beliau mengirim email meminta saya menggantikan beliau untuk mengawas ujian UTS dan meminta nomer rekening saya, supaya beliau bisa mentransfer honor mengajar 2 kelas yang saya gantikan. Bagaimana kalau anda jadi saya? Ketika dosen yang sudah mengajarkan dan membimbing berniat mentransfer uang. Padahal saya ikhlas membantu beliau. Saya sempat menolak, namun beliau tetap menanyakan nomor rekening saya hingga saya segan menolak lagi atau tidak membalas sms beliau karena saya tau tidak sopan mendiamkan sms dari orang tua..

Salah nggak ya? Apa saya gunakan uangnya untuk membeli sesuatu untuk beliau???