24 Aug 2010

Dan setelah mengamati sekian lama..

ٱلرِّجَالُ قَوَّٲمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ

Pernahkan kamu mendengar sepotong ayat dari surah An-Nisa ini? Hal ini menarik untuk saya tulis ketika semalam ketika terlintas dibenak saya hal yang sudah saya amati bertahun-tahun, fenomena jamaah perempuan di masjid atau musholla. Ada tiga hal ‘kecil’ dari jamaah perempuan yang saya amati, dan tentunya bertolak belakang dengan jamaah laki-laki.

1. Ketika sholat berjamaah merupakan keharusan bagi hampir semua jamaah perempuan untuk membawa sajadah.

Ada beberapa alasan menurut saya:

a. Karena sangsi akan kebersihan karpet di masjid atau musholla.
b. Karena lantai masjid yang dingin.
c. Karena kurang lengkap kalau tidak pakai sajadah, atau yang terakhir:
d. Karena ingin pamer sajadah bagus, hehe…

Sangat berbeda ketika saya lihat kearah jamaah laki-laki, dimana mereka sepertinya tidak terlalu peduli dengan pemakaian sajadah, buktinya dalam satu barisan jamaah hanya dua sampai lima orang yang menggunakan sajadah. Saya adalah orang yang termasuk golongan ini, selalu membawa sajadah ketika sholat berjamaah di masjid, bukan karena inign pamer loh ya.. Namun lebih karena poin a dan b diatas.

2. Lebih sulit mengatur shaf shalat jamaah perempuan.

“Sawwuu shufufakum fa inna taswiyatash shuhuf min iqamatishsholaat (luruskan shafmu karena lurusnya shof termasuk menegakkan shalat)” (HR Bukhori) adalah hal biasa yang saya dengar ketika saya bersekolah di pesantren. Hadis nabi tentang meluruskan dan merapatkan shaf namun jarang dipraktekkan para imam sebelum memulai sholat. Ketika saya di pesantren dulu, ustadz tak kan memulai sholat sebelum shaf kami rapat dan terisi semua. Namun disini, di masyarakat umum yang saya temui dibutuhkan beberapa kali ‘permintaan’ bagi jamaah perempuan untuk menggeser barisan shaf nya, atau mengisi shaf yang masih kosong. Mereka sudah terlalu nyaman duduk diatas sajadahnya, kadang-kadang baru akan pindah setelah dia merasa dongkol.

Lagi-lagi berbeda dengan shaf jamaah laki-laki yang selalu rapi dan tidak kosong. Mungkin karena faktor karena mereka tidak memakai sajadah jadi mudah untuk menggeser shaf atau tukar barisan, namun juga jamaah lagi-lagi tidak perlu ditegur dulu untuk hal sepele seperti itu. Melihat kearah jamaah perempuan seperti melihat sepotong keju yang bolong-bolong di mana-mana.

3. Kami ini makhluk ‘nafsi-nafsi.

Yeah, dan kami itu adalah saya.. Hehe.
Biasanya jamaah perempuan lebih memilih untuk sholat sendiri daripada berimam kepada jamaah wanita lain yang lebih dahulu sholat darinya. Bisa dilihat di musholla mall atau bahkan di masjid sendiri. Pemandangan lain dengan barisan jamaah laki-laki yang selalu memilih berimam kepada siapapun yang sholat lebih dahulu dari mereka. Laki-laki tidak ragu untuk menepuk punggung seseorang yang lebih dahulu sholat darinya, sementara itu jamaah wanita lebih memilih sholat sendiri. Hal ini juga berlaku pada diri saya, ketika saya bertanya-tanya kenapa saya menjadi pelaku poin yang ketiga ini saya juga tidak tau alasannya apa. Saya mengira, mungkinkah saya tidak percaya kepada orang yang saya pilih jadi imam saya..?

Lebih dari itu, saya ingin menyambungkan hal ini dengan ayat yang diatas. Sifat percaya, sifat kesadaran diri yang tinggi dan sifat mudah diatur merupakan nature dari laki-laki, bukan berarti perempuan tidak bisa seperti itu ya. Namun kepemimpinan dan keterpimpinan wanita bisa dilihat dari hal-hal diatas. Bagaimana wanita apabila ketika memimpin dan bagaimana sifat dan reaksi wanita yang lain ketika dipimpin.

Saya rasa inilah kenapa alasan Tuhan mewahyukan ayat diatas. Para feminis mungkin akan mencak-mencak ketika melihat tulisan saya ini, namun ini kejadian nyata dan saya adalah ‘tersangka’ dari beberapa poin diatas. Akan tetapi, saya berani bilang kalau ini adalah the nature of women.

Raheel Raza yang kontroversial itu.
Image source: inimu dot com

No comments: